Sedikit cerita_Ibu
Malam ini aku pulang. Aku sudah cukup rindu pada kampungku, dengan suasana
familiar yang tak pernah akan terganti, dan terutama, aku sangat rindu dengan
ibuku. Aku ingin melepas cengkraman rindu ini barang sejenak, dengan menatap
dan bercakap langsung dengan ibuku.
Malam ini aku membawa sebuah bingkisan untuk beliau, sebuah cokelat dengan
poto ayunya, serta lukisan karikatur wajah beliau yang diubah seperti super
hero di bagian badannya. Setelah diawali dengan ucapan selamat hari ibu, aku
memberikan bingkisan kecil tersebut ke ibuku. Beliau cukup antusias membuka
bingkisan itu.
Sebuah cokelat dengan poto beliau adalah bingkisan pertama yang tebuka.
Ibuku terlihat cukup senang dengan hadiah tersebut. Itu terlihat dari binar
matanya yang teduh. Ibuku tidak sadar bahwa itu adalah cokelat. Baru setelah
aku ceritakan bahwa itu adalah cokelat, ibuku tertawa sambil berkata, “Sayang le lek dipangan, di gantung ae
piye?" hehe memang cokelat yang aku beli itu cukup cantik apa lagi dengan
wajah ibuku disana, makanya sayang
kalau dimakan, wajarlah bila ibuku berujar demikian.
“Ndak usah mak, dimaem ae, lek sing
dipasang sing iki”, kataku sambil
menyerahkan bingkisan ke dua. Sebuah lukisan karikatur. “Wah ndak podo le”
jawab ibuku seketika. Aku sedikit berkecil hati mendengar jawaban ibuku
tersebut, namun, tak apa, sebuah pelajaran bahwa lain kali jangan memberikan
bingkisan semacam itu.
Ibuku menatapi lagi potonya yang terpajang di cokelat tersebut, entah apa
yang ada di benaknya saat menatap poto itu. hingga tiba-tiba ibuku berkata “Wes
tuwek emak mu ki le”. Aku sedikit terkejut mendengar ungkapan tersebut. Namun aku
tutupi kekegetanku dengan menjawab “Halah mboten, tetep ayu kok.” Aku
tidak tahu apakah ucapanku tersebut memberikan pengaruh atau tidak terhadap
ibuku. Semoga saja.
Beberapa saat kemudian, ibuku terlelap. Namun aku tidak. Aku memikirkan
ucapan ibuku tadi, “Wes tuwek mak mu ki le.” Entah bagaimana ucapan tadi seolah
menempel di telingaku, tak mau pergi. Aku akhirnya pergi ke ruang tamu dimana
beberapa foto digantungkan. Aku lihat potret hitam putih masa kecilku dipajang
disana. Aku lihat poto keponakanku. Aku lihat poto pernikahan bulikku dengan ibuku disana. Aku lihat poto kelulusanku disana, ditemani ibuku tepat di
sebelahku.
Waktu seolah berputar di kepalaku, aku memikirkan masa laluku, ketika aku
masih sekecil ponakanku yang terkecil, aku memikirkan pernikahan kakak-kakakku,
aku memikirkan bagaimana tawa ibuku, aku memikirkan segalanya. Semua bercampur
aduk dalam kepalaku.
Aku mencoba merasakan apa yang ibuku rasa, mencoba memposisikan diriku pada
posisinya, bagaimana rasanya beliau ketika masih kanak-kanak, bagaimana rasanya
beliau ketika menjadi remaja yang cantik, bagaimana rasanya beliau bertemu
bapak dan menikah, bagaimana susahnya belau menjadi ibu sekaligus tulang
punggung anak-anaknya. Bagaimana rasanya beliau mendampingi anak terakhirnya di
kelulusan sekolahnya. Hingga bagaimana beliau seperti beberapa saat yang lalu, memegang sebuah
bingkisan sederhana dari anak lelakinya. Sebuah cokelat dengan poto wajahnya
yang damai. Ahh waktu berjalan begitu cepat.
Sunyinya malam membuat denting jarum jam terdengar sangat jelas. Sepi.
Hanya aku dan foto-foto bisu itu. Ahhh Emak. Andaikan kau tahu betapa aku
menghormatimu, betapa aku mencintaimu, dan betapa aku selalu memikirkanmu.
Aku
berjanji tak akan mengecewakanmu.
Rumah, kamar, 29/12/2014 - 01:07 dengan segala cinta
dan hormatku
“halah mboten, tetep ayu kok”: itu kata2 ngaruh banget pasti mas luq, beneran deh! :B puhahah
ReplyDeletebtw mas luq soswit banget ya ke ibunya.. *iyelah*
heheh i hope so :) .. tengkyu bella
ReplyDeleteanytime, mas luqman :B
DeleteWooww...pantesan ya kemaren bilang quality time...bener2......(ga bisa aq nulisnya)...
ReplyDeleteHehehe
DeleteTerimakasih
ReplyDelete