"Garis"



Konsep lama sebenarnya, namun selalu mengasyikkan. 

Bu Tety, salah satu dosen senior sekaligus pendiri Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) kemarin sempat bercerita di kelas yang hanya berisi empat mahasiswa saja. Beliau bercerita tentang 'Garis'.

"Sebelumnya, tak ada niatan untuk terjun dalam dunia tradisi", kata beliau.

Malah awalnya, beliau sangat getol untuk belajar Sastra Moderen. Namun begitulah, beberapa kali mencoba melamar, pintu seolah 'ditutup' oleh Semesta. Tetapi diwaktu bersamaan, pintu lain yang mengantarkan beliau menjadi salah satu orang penting dalam ranah kebudayaan Indonesia, 'dibuka'. Itupun tanpa bersusah-payah. 

Tawaran belajar mengalir, beasiswa tersedia, penelitian ini-itu terbuka. Lah kok bisa? "Garis", begitu beliau menyebutnya.

Seolah dituntun semesta, beliau lantas belajar ke negeri jauh. Belajar pada para pemikir besar, dan akhirnya membidani lahirnya ATL di Indonesia. 

Penelitian tahunan yang tidak selesai digarap orang, tuntas beliau rampungkan. Seakan-akan objek penelitian itu "memilih" siapa yang pantas menyelesaikannya. Dan masih banyak lagi cerita "kebetulan yang menyenangkan" lainnya. 

Selanjutnya semua bagaikan aliran sungai, mengalir begitu saja. Beliau juga heran, lantas kepada kami, mahasiswanya, beliau berujar (lagi), "itulah Garis".

"Begitu juga dengan kalian. Bukan tanpa maksud Semesta mengantarkan kalian disini. Ada sesuatu, entah apa, yang sedang dipersiapkan." begitu kira-kira beliau berucap. 

Aku hanya merenung dan tersenyum saja, membayangkan orang-orang yang mengantarkanku hingga berada di kelas itu. Meskipun ada kemungkinan bahwa cerita tersebut bertujuan untuk menghibur kami yang hanya berempat, namun aku percaya bahwa semesta, seperti kata Bu Tety, selalu berhasil menyiapkan 'Garis' & rahasia yang tak terduga-duga untuk tiap-tiap kita. 

Comments

Post a Comment

Popular Posts