Jurnal Perjalanan
Pembuka
#1
Per tanggal 10 januari kemarin, saya pindah dari kontrakan
saya di Pangkalan Jati, Cinere Depok, ke Bojong Gede, Bogor. Kepindahan ini
bertujuan untuk memenuhi rasa nyaman dan privasi yang lebih luas pasca
pernikahan saya. Selain itu, tentu saja sebagai kepala rumah tangga yang baik, menjadi sebuah
kewajiban bagi saya untuk menyediakan rumah bagi istri saya *uhuk. Rumah yang paling tidak
membuat kami berdua lebih lega dan leluasa dalam beraktvitas.
Namun, tentu saja ini bukan rumah kami. Sebagai dosen tetap
non
ASN di kampus negeri dan belum mempunyai jabatan fungsional, tentu saja
gaji saya masih sangat ngepres untuk ini-itu apalagi untuk sebuah rumah di Ibu
kota
yang harganya di luar nalar. Mungkin imaji tentang punya rumah di Ibu Kota layaknya lagu peterpan, “mimpi yang sempurna” untuk saat ini.
Nah, otomatis, kepindahan saya ke Bojong ini membuat saya harus mencari
alternatif transportasi paling murah untuk bisa sampai ke Pondok Labu, tempat
kerja saya. Hal ini tentu mengingat jarak Bojong Gede ke UPNVJ tempat saya berkarya
cukup jauh. Walaupun naik motor sebenarnya bisa, namun saya kawatir bokong saya yang sudah tepos akan tepos kuadrat karena
jarak, kemacetan, dan jalanan Jabodetabek yang tidak manusiawi ini.
Long story short, setelah bertanya
sana-sini, saya akhirnya mencoba naik moda transportasi umum: KRL kemudian nyambung Jaklingko.
Moda transportasi tersebutlah yang sepertinya cukup miring dari segi biaya, ya lagi-lagi
pertimbangannya biaya hehe. Selain itu, moda transportasi tersebut cukup menghemat
energi saya, dan sesuai dengan idealisme saya untuk mengurangi emisi karbon *halah.
Hari ini adalah kali pertama saya menjajal moda
transportasi ini. Saya berangkat pukul 06.30 pagi dari rumah Bojong Gede di
Bogor. Setelah sarapan roti isi dan teh hangat yang luar biasa enak (karena buatan istri) saya menggeber motor
saya menuju stasiun Bojong Gede. Alhamdulillah, jarak rumah ke stasiun hanya tiga kilometer.
Perjalanannya pun cukup menyenangkan karena lewat perkampungan yang hidup dengan
aktivitas warga.
Setelah memarkirkan motor, saya kemudian melaju menuju stasiun Bojong Gede
menggunakan skybridge yang baru. Saya cukup
menikmati berjalan di skybridge sepanjang 243 meter tersebut. Dari atas jembatan yang menelan biaya sebanyak 18,33 miliar tersebut, gunung salak dan
perumahan warga nampak jelas. Selain itu, udara pagi Bojong yang masih segar
juga menjadi poin plus yang membuat perjalanan menyenangkan.
![]() |
skybridge Bojong Gede |
Dari Bojong Gede saya menuju
stasiun Univ. Pancasila. Dari situ, saya kemudian naik Jaklingko 44, menuju
andara, dan kemudian dari Andara saya melanjutkan perjalanan menggunakan
Jaklingko nomor 31 menuju pasar Pondok Labu. Sisanya, ditempuh dengan jalan kaki.
Jujur, perjalanan ini cukup
menyenangkan. Saya bisa melihat detail-detail kecil yang sebelumnya saya abaikan.
Dari orang-orang berangkat kerja, anak-anak berbaju seragam naik motor, ibu-ibu
yang menjajakan makanan, warna-warni sayuran di pasar, hingga potongan
percakapan antar individu yang lucu.
Namun, perjalanan dari Bojong
Gede ke UPN Veteran Jakarta ini memakan waktu yang tidak sebentar, total waktu
adalah dua jam perjalanan. Hal inilah yang kemudian membuat saya berfikir keras
untuk bisa memaksimalkan waktu 2 jam tersebut agar tetap produktif. Di kepala
saya bermunculan beragam aktivitas, seperti membaca buku, You Tube-an, dengerin
podcast, memotret, menulis, hingga workout di sepanjang jalan.
![]() |
Sampai di kampus, 2 jam 5 menit |
Akhirnya, setelah pergulatan batin yang keras, saya memutuskan untuk menggunakan waktu perjalanan tersebut untuk menulis (di HP). Saya rasa ini adalah pilihan yang cukup baik, mengingat saya bergelut di dunia tulis-menulis. Saya merasa kosa kata saya sudah lama beku karena jarang menulis informal. Selain itu Blog saya juga telah berdebu dan dipenuhi kelelawar karena lama tidak diisi tulisan baru. Oh iya, menulis juga membuat saya lebih peka terhadap apa yang telah dan sedang saya lalui saat ini.
Oleh karena itu dengan menulis, perjalanan Bojong-UPNVJ dan sebaliknya tidak hanya akan menjadi perjalanan dalam rangka mengais rupiah, namun juga menjadi perjalanan konteplatif dan spiritual, hehe. Tulisan-tulisan selama berada di KRL-Jaklingko ini akan masuk dalam #jurnalperjalanan di blog saya. Semoga istiqomah.
Comments
Post a Comment