Arsip

Sembari menunggu kawan tiba, aku iseng membaca sebuah artikel menarik di majalah National Geographic yang terpampang di salah satu sudut perpustakaan berjuluk Crystal of Knowledge itu. 

Artikel tersebut mengulas soal rendahnya kualitas kearsipan di Indonesia. Sebagai seorang yang harus berkutat dengan data-data atau arsip sejarah, penulis mengeluhkan kesulitannya dalam menemukan sumber dokumen atau arsip penting di berbagai tempat di Indonesia. Dia bahkan mengungkapkan bahwa arsip-arsip yang dia butuhkan lebih banyak dan mudah dia temukan di negara lain. Dia bercerita bahwa di Belanda misalnya, arsip-arsip kesejarahan masih terus dirawat dan disimpan dengan baik. Hal itu membuat siapa saja yang ingin belajar dan mendapatkan sumber sejarah (tentang Indonesia utamanya) harus bertandang ke Negeri Kincir Angin tersebut. 

Tentu saja keluhan macam ini bukan cerita baru bagi kita. Namun, penulis menambahkan bahwa rendahnya kualitas kearsipan yang biasanya diasosiasikan dengan lembaga negara ternyata berakar dari rendahnya kualitas kearsipan individunya. Ia berargumen bahwa kebanyakan orang Indonesia tidak begitu peduli dengan hal-hal kecil yang sebenarnya adalah arsip hidupnya sendiri, mulai dari struk belanja minimarket, online shop, bensin, pulsa, hingga belanjaan lain yang lebih besar. Tradisi kearsipan kita cukup lemah, karena kita cenderung acuh dengan kejadian yang kita jalani. Kita jarang sekali menuliskan kejadian sehari-hari yang mungkin sepele ke dalam buku catatan, note di  HP dan sebagainya.

Padahal, apabila kita telaten mengumpulkan satu persatu "arsip-arsip kecil" tersebut, kita bisa mengolahnya sebagai alat evaluasi tentang seberapa jauh pola konsumsi dan hidup kita bergeser. Lebih jauh lagi, bisa jadi arsip-arsip tersebut suatu saat akan berguna untuk anak-cucu kita nanti #halah. 

-----
Tulisan singkat tersebut cukup membekas bagiku karena selain pelupa, aku adalah orang yang cukup tak acuh untuk urusan sepele namun penting seperti itu.

Comments

Post a Comment

Popular Posts