Keterbatasan
Pernah tidak kita terjebak pada posisi di mana kita menggunakan media sosial tanpa arah dan tujuan? Misalnya, kita masuk dan menyelami Instagram atau TikTok kemudian secara tiba-tiba amnesia mengapa kita masuk kedalamnya. Kita secara konstan menscroll media sosial kita tanpa tahu sebenarnya apa yang kita cari, dan tanpa tahu batasan waktu.
Saya pribadi sering kali melakukan hal tersebut. And you
know what, it drains my energy. Ya, scrolling tanpa arah dan tujuan
pasti, atau biasa kita lakukan untuk membunuh waktu benar-benar membuat saya lelah,
entah secara visual maupun secara mental. Sering kali saya merasa bersalah
dengan apa yang saya lakukan tersebut. Merasa bahwa saya bisa lebih produktif
apabila melakukan hal lain, atau paling tidak fokus ke satu hal yang bisa memberikan
manfaat kepada saya.
Memang di era saat ini, di era tsunami informasi yang begitu besar, sangat mudah bagi kita untuk tenggelam dalam arus informasi yang sering kali tidak memberikan manfaat kepada kita. Kita hanya terjebak pada begitu banyaknya hiburan yang membuat kita seolah tidak rela meninggalkan handphone kita. Mata kita dimanjakan dengan visual yang sangat atraktif, telinga kita disumpal dengan audio yang adiktif dan hasilnya otak kita banjir dengan dopamine, hormon kesenangan yang membuat kita enggan untuk berjauhan dengan medsos dan handphone kita.
Sosial Media (sumber:Pixabay) |
Hal tersebut membuat kita bisa menghabiskan 8-10 jam
menatap layar handphone kita. Sayangnya, tidak banyak dari kita, dengan 8-10
jam durasi sceen time tersebut, yang menghasilkan sesuatu yang produktif,
misalnya tulisan kritis atau karya-karya yang bisa dikonsumsi oleh orang lain. Ya,
kebanyakan dari kita, termasuk saya, saat ini menggunakan 8-10 jam tersebut hanya untuk bersenang-senang
saja. Terkadang saya pribadi malah menggunakan medsos untuk mencari distraksi
dari pekerjaan utama yang sedang menunggu untuk dikerjakan atau selesaikan.
Saya sering kali lupa bahwa energi, waktu, otak, dan
perhatian manusia itu sangat terbatas. Keterbatasan tersebut tidak jarang kita sikapi dengan kurang bijaksana. Saat ini,
terdapat jutaan informasi yang bisa diakses, namun karena ketiadaan fokus dan alokasi
energi yang tepat, rasa-rasanya informasi tersebut tidak berbicara apapun. There’s
too much information yet it speaks nothing.
Ini adalah tulisan yang harus menjadi bahan renungan bagi
saya sendiri, yang semakin menua, untuk lebih bijaksana dalam mengkonsumsi
konten dalam media sosial. Saya harus lebih kritis dan mempertanyakan beberapa
hal sebelum mengkonsumsi konten-konten tersebut. Is it spiritually, mentally, intellectually, physically,
or even financially enriching for me?
Comments
Post a Comment