Kunjungan Singkat ke Kapas Biru
“Waduh, tapi
besok kan hari jumat?” kata Ayik memecah keheningan.
“Iyo seh, terus ya’opo yo?”, imbuhku
dengan ditambahi lirikan ke debbay meminta pertimbangan.
Sontak debbay
yang sedang ngupil pake jempol kaki, kaget. Dia hentikan aktivitas tersebut dan
mulai fokus dengan kekawatian kami. Memang diantara kami bertiga, Debbay inilah
yang paling religius, sehingga dalam urusan yang menyangkut tentang Agama, kami
selalu menjadikannya rujukan.
Dengan jempol
yang masih belepotan upil dan sedikit ingus cair, dia mulai menjawab, “Yawis ndak po-po, kita berangkat pagi
aja besok. Terus pulang secepatnya biar ndak
ketinggalan Jumatan”
“Oh oke wes, Mantab!”, sahut ku dan Ayik
bersamaan.
Seketika itu
pula kami kembali ke aktifitas masing-masing; Debbay dengan Upil dan jempol
kakinya, Ayik dengan Hp dan gamesnya, dan aku dengan......... kamu... iya
kamuuu* eeaa
***
Setelah iseng-iseng
mengikuti Job Fair di Kampus Kenangan (UB), aku dan Ayik melesat menuju
dampit, rumah Debbay. Rencananya kami akan menghabiskan satu hari untuk kembali
menikmati alam. Menghirup aroma hijau dedaunan, dan menikmati simfoni hutan
yang khas. Tujuan kali ini adalah Air Terjun Kapas Biru yang ada di Lumajang,
yang terletak sekitar satu jam dari rumah si Debbay. Namun seperti biasa,
ditengah diskusi tentang lokasi dan accessibility, tujuan kami mulai bergeser,
kami mulai mencari lokasi yang lebih dekat, dan pilihan kami jatuh pada air
terjun telaga warna yang menurut review, juga menawarkan pemandangan yang tak
kalah aduhai.
mencari jejak bidadari |
Singkat kata, setelah kata sepakat dicapai dan
perut terisi sarapan pagi, kami bertiga langsung berangkat ke lokasi: Air
terjun telaga warna. Setelah berkendara sekitar 30 menit, kami mulai memasuki
jalan menuju air terjun yang kami cari. Namun sayangnya warga lokal disana menyarankan
kepada kami untuk mengurungkan niat untuk pergi kesana. Kondisi jalan yang
tidak baik, disertai hujan yang beberapa hari terakhir mengguyur tempat ini,
membuat air terjun itu cukup berbahaya untuk dilewati. Akhirnya kami memutuskan
untuk banting setir dan kembali ke tujuan semula; Air Terjun Kapas Biru.
maafkan pantat Debbay yang meluber kemana-mana |
Butuh sekitar
30 menit tambahan untuk mencapai air terjun satu ini. Memang berkah letak
geografis Lumajang yang berada di lereng Semeru ini membuat kota yang terkenal
dengan pisangnya tersebut kaya dengan wisata air terjun. Selain air terjun
Kapas Biru, juga ada air terjun lain yang cukup fenomenal, Tumpak Sewu, yang wajib dikunjungi. Setelah
melewati air terjun Tumpak Sewu yang cukup terkenal tersebut, kami akhirnya
menemukan jalan masuk menuju air terjun Kapas Biru. Saat kami tiba disana,
suasana masih sangat sepi, parkiran masih kosong, bahkan penjaga dan warganya
pun juga belum menampakkan batang hidung mereka. Otomatis semangat kami
menjadi berlipat, karena satu, kami tidak harus bayar parkir atau tiket masuk,
dan dua, karena air terjun tersebut akan puas kami nikmati bertiga saja.
Setelah melewati
kebun salak, “jalan sebenarnya” menuju air terjun Kapas Biru ini mulai nampak. Jalan
setapak yang hanya berupa tanah menyambut kami. Kanan-kiri jalan tidak jarang
berupa jurang. Jarak yang kami tempuh cukup bisa membakar lemak di perut yang
mulai menggelambir. Namun untungnya, pepohonan hijau, suasana asri, dan suara
khas hutan berhasil, paling tidak, mengimbangi rasa lelah yang menumpuk dari
perjalanan menuju air terjun tersebut. Sepanjang perjalanan, kami juga ditawari
beberapa air terjun lain yang lebih kecil namun tetap cukup cantik dengan
airnya yang sangat segar.
Setelah melewati
sepetak sawah, dan jembatan bambu yang kondisinya kritis, akhirnya air terjun
yang sedari tadi kami cari mulai menampakkan dirinya. Suara air yang cukup
keras menandakan besarnya volume air yang jatuh ke bawah.
Aku cukup
takjub dengan pemandangan di depanku. Tebing tua yang kokoh yang mulai di
tumbuhi tanaman hijau di sana-sini, air terjun yang memuntahkan puluhan kubik
volume air dalam setiap detiknya serta suara gemuruh air yang menghantam bumi
dengan bertubi-tubi bercampur sempurna dengan udara yang sejuk dan aroma
dedaunan. Indah dan menenangkan.
Langsung saja,
kamera yang dari tadi aku kantongi, aku paksa bekerja. Beberapa jepretan untuk
mengabadikan pemandangan megah ini aku ambil. Beberapa angle aku coba agar dapat
menemukan titik terbaik untuk pemandangan langka ini. Namun tetap saja, kamera
saku ini tidak mampu menandingi kedua bola mata ini. Jadi bagaimanapun indahnya
yang terlihat di foto, itu hanya lima puluh persen dari keindahan yang
sebenarnya saja! So, silahkan berkunjung kesini.
Tidak lama
kemudian, Sayit dan Debbay menyusul tiba di lokasi. Sihir air terjun juga
menyergap mereka. Mereka terdiam sesaat ketika melihat lukisan agung yang
berada tepat di depan mata mereka. Bibir mereka melengkung tersenyum. Dan
setelah beberapa detik, mereka akhirnya mulai sibuk dengan kamera
masing-masing.
pssttttt.. lagi pacaran! |
Kami selanjutnya melangkah mendekati air
terjun tersebut. Percikan air terjunnya saja sudah berhasil membuat kami basah
kuyup dan menciut. “Luar biasa deras air terjun ini!”, pikirku saat itu.
Pelangi juga sesekali malu-malu menampakkan diri di kaki air terjun tersebut.
Dan itu semua benar-benar berhasil membasuh rasa penat yang menumpuk selama
ini.
untuk katalog majalah dewasa (Red: Trubus) |
Namun kami tidak bisa berlama-lama menikmati masterpiece ini. waktu yang menunjukkan pukul 10.00 memaksa
kami untuk segera kembali ke atas agar tidak meninggalkan kewajiban kami.
Walaupun
kunjungan ke air terjun ini cukup singkat, namun perjalan ini telah menambah katalog
destinasi wisata yang wajib di kunjungi. Tapi ingat, tetap jaga kebersihan,
jangan rusak keindahan gratis itu dengan sampah.
Selamat
bereksplorasi.
Salam lestari...
Comments
Post a Comment