Dendam Turunan
Beberapa waktu
yang lalu, di daerah sekitar rumahku, terjadi konflik antar pemuda yang cukup
meresahkan. Dua kelompok pemuda ini berasal dari dua buah kelompok yang cukup
kuat. Sebut saja kelompok Mawar dan Melati. Entah apa yang mendasari konflik
tersebut. Namun satu hal yang pasti, selain hal tersebut cukup meresahkan,
kejadian tersebut bukanlah kejadian yang baru satu atau dua kali terjadi.
Aku tidak tahu
mengapa hal ini bisa sering kali terulang. Gesekan kecil yang remeh seolah bisa
saja meletuskan “bisul” kebencian tersebut. Setiap anak baru yang bergabung dalam
organisasi tersebut, mulai belajar tentang dendam. Narasi yang diturunkan
membentuk sebuah tembok yang kokoh yang mencetak pola pikir seorang anak atau
kelompok. Sejak saat itu pula rasa kurang suka dengan organisasi sebelah mulai
berkecambah, baik secara langsung maupun tak langsung. Dan aku yakin begitu
pula organisasi sebelah bekerja!
Mereka memaknai
“sebelah” dengan sesuatu yang lain, sesuatu yang bukan saya. Dan karena sesuatu
itu bukan saya, maka yang bukan saya adalah sesuatu yang buruk. Aku sempat
merasa jengah dengan hal ini. Terlebih ketika mengetahui bahwa posisiku
bukanlah orang yang mampu merubah keadaan secara signifikan.
Namun nyatanya,
setelah kupikirkan kejadian ini, aku menemukan bahwa dendam-dendam turunan
tersebut ternyata tidak hanya terjadi di kampung halamanku saja! Nampaknya disetiap
sektor, pekerjaan, atau bahkan negara “dendam” turunan tersebut selalu ada dan
seperti sengaja dibudidayakan agar selalu mengepul asapnya. Di bidang politik
misalnya, otak kita akan disebari dengan bibit dendam lewat cerita-cerita bahwa
golongan A begini, B begitu, golongan A berdosa ini dan golongan B berdosa itu.
Terkadang sejarah yang termanipulasi juga dijadikan alat legitimasi dendam
turunan tersebut. Bahkan agama yang sucipun terkadang bisa diselewengkan untuk
memupuk dendam turunan yang entah sampai kapan berakhir ini. Syiah – Sunni,
Islam – Kristen - Yahudi, Khatolik – Portestan dan sebagainya.
Sialnya, negeri
ini punya insfrastruktur yang sangat memadahi untuk menanam, merawat hingga
membesarkan dendam turunan tersebut. Media massa, media sosial, pendidikan yang
masih bolong-bolong, hingga minat baca yang rendah merupakan adonan yang pas
untuk menumbuh suburkan bibit dendam tersebut. memperlancar sirkulasi zat-zat
dendam dan memastikan keberlangsungannya. Dendam tersebut tanpa kita sadari
merayap dalam pikiran kita. Membuat kita melabeli orang yang tidak sepaham
dengan kita sebagai orang lain, orang
sebelah, atau the other. Label-label yang pada dasarnya memproteksi egoisme
pribadi.
Comments
Post a Comment