Hospital Korban lelaki #Catatan Sri Lanka 2
Balai Ketibaan |
Kami tiba di malaysia sekitar pukul satu dini hari.
Perjalanan dari surabaya yang secara geografis berada di sebelah timur Kuala
Lumpur, membuat kami sedikit melawan arus waktu dan memaksa kami memutar
beberapa menit waktu di jam tangan kami masing-masing. Kondisi bandara
internasional KL saat itu cukup ramai bila dibandingkan dengan Terminal 2
bandara Juanda yang beberapa saat yang lalu kami tinggalkan. Selain memiliki
dekorasi yang lebih megah, menurut pengamatanku luas bandara ini juga relatif
lebih besar dari bandara yang terletak di jantung propinsi Jawa Timur tersebut.
Ruang tunggu yang dilengkapi dengan kursi-kursi beraneka bentuk, serta
karpet-karpet tebal dan empuk, membuat mereka yang transit agak lama bisa
sedikit membaringkan badan disana. Aku melihat beberapa bule backpacker yang tidur
bagaikan pindang disana. Mereka begeletakan begitu saja di sudut-sudut bandara,
tidur tak mempedulikan sekitarnya. Tiba-tiba aku ingat anak-anak kontrakan yang
tidak jarang tidur persis seperti bule-bule ini.
Pindang Blonde, Captured by Gilang |
Suasana bandara internasional ini sangat kental
dengan pernak-pernik idul fitri. Di sana-sini berbagai dekorasi khas lebaran,
seperti bedug dan ketupat dapat dengan mudah ditemukan. Selain itu suara takbir
juga masih menggema di berbagai ruang dan lorong di bandara tersebut. Sehingga
rasa “rumah” masih bisa dinikmati di bandara ini.
Berbicara tentang Malaysia ada satu hal yang aku ingat betul tentang negeri jiran ini. Hal tersebut adalah guyonan-guyonan tentang bahasa mereka. Dulu ketika aku masih duduk
di bangku sekolah menengah pertama, seringkali guruku melontarkan lelucon
tentang bahasa Melayu. Satu yang paling menempel di ingatanku adalah penyebutan
Rumah Bersalin. Konon katanya orang disana menyebut Rumah Bersalin dengan
sebutan Hospital Korban Lelaki!
Tentu saja kami terpingkal-pingkal mendengar lelucon ini. Kami tidak begitu
memperdulikan kebenaran informasi tersebut, yang penting lucu ya ketawa. Tapi
ada satu teman yang kritis memprotes frasa tersebut, dia menggugat pemakaian
kata Korban disana. Menurutnya tidak
adil bila dikatakan korban, “lha wong sama-sama mau, kok dibilang korban”. Lebih
parah lagi dia menambahkan “masa jadi korban kok bolak-balik?” Mueheh ....
Namun semakin kesini, aku menemukan
bahwa frasa-frasa tersebut hanyalah guyonan belaka. Tidak ada sebenarnya
ungkapan tersebut di sana. Hanya sekedar hiburan yang tidak perlu di tanggapi secara emosional.
Waktu
transit kami yang cukup lama kami gunakan semaksimal mungkin untuk istirahat.
Berbantalkan barang bawaan kami masing-masing, kami tidur di kursi-kursi tunggu
di sembarang ruang. Aku yang sedari tadi sibuk mengamati beragamnya manusia
yang lalu lalang di bandara inipun akhirnya terlelap juga..............
Bersambung....
Comments
Post a Comment