Variabel
Mari kembali ke soal matematika sederhana setingkat
anak SD. Dan, mari sama-sama menjawab sebebas-bebasnya dengan koridor yang
masih bisa dibenarkan. Bila ada soal matematika sederhana
semacam ini:
x
+ y =10
Berapa kemungkinan isi variabel yang tepat
agar hasilnya bisa 10? Tentu saja jawabanya akan beragam, sesuai keinginan dan
pengalaman kita masing-masing. Bisa saja variabel x dan y itu bernilai 5 dan 5,
bisa jadi 4 dan 6, 8 dan 2, 9 dan 1, -10 dan 20 dan sebagainya dan seterusnya.
Lantas mana yang paling benar? Semua benar asalkan nilai angka dari tiap
variabel itu menuju pada jawaban 10. Disini kita berhak berfikir seliberal
mungkin. Lantas apabila pertanyaan tersebut sedikit diubah, bukan lagi angka,
namun fenomena alam, misalkan;
x
+ y = Hujan
Lantas jawaban apa yang tepat untuk
mengisi variabel diatas? Sekali lagi ini akan berbeda dan semua tergantung pada
pengalaman dan keyakinan.
Misalnya bagi scientist, demi membuat
hujan buatan, variabel yang mereka gunakan adalah taburan NaCl dan bahan-bahan
kimia lainnya ke gumpalan awan yang akan menghasilkan bintik-bintik air dan bla-bla-bla. Bagi umat Islam, ada yang namanya sholat istiqa’ sholat guna meminta
hujan. Sehingga variabelnya nanti akan seperti ini kiranya; x niat, y sholat = Hujan. Ada lagi, misalkan di salah satu desa yang bisa
di kategorikan sebagai desa agraris, desa Pelem, Kecamatan Campurdarat, Tulungagung, guna meminta hujan,
masyarakat desa tersebut melakukan ritual adat Manten Kucing. Ritual ini dilaksanakan dengan cara memandikan
sepasang kucing di pundhen yang berupa telaga yang bernama Coban Kromo. Ritual
ini lantas diikuti dengan slametan
dan Tari Tiban. Sehingga bisa diilustrasikan bahwa variabel nya akan seperti
ini; x kucing, y pundhen mungkin perlu tambah variabel lain seperti slametan untuk
fariabel a dan tiban untuk variabel b. Atau singkatnya adalah seperti ini,
kucing + pundhen + slametan + Tiban = hujan.
prosesi memandikan kucing. (dok pribadi) |
Lantas mana yang paling benar diantara
ketiga jenis variabel diatas? Apakah scientist dengan runtutan penjelasan
logisnya, agama dengan doktrinya yang jelas, atau adat yang didasari dengan niat dan endapan
pengalaman kulturalnya? Well, kita
tidak bisa menyalahkan atau membenarkan ketiga variabel tersebut, yang bisa
kita benarkan adalah bahawa ketiga nya adalah usaha yang dilakukan manusia
untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Yang kita lihat disini adalah
variabel kunci dari variabel-variabel diatas, yaitu kehendak Tuhan. Biarkan Dia Yang Maha Segala menentukan
kadar keikhlasan dan kepasrahan manusia ketika mereka melakukan usaha tesebut,
apakah itu scientist, dukun, ustadz
atau apapun itu, semua hasilnya terletak pada kehendak Tuhan. Tidak ada satupun
yang berhak membenarkan atau menyalahkan hal-hal semacam itu.
Mari
berandai-andai saja, bagaimana
misalkan ketika kita menaburkan garam dilangit itu, ada segumpal perasaan sombong dan
ingin dipuji dari pelakunya? Atau bagaimana semisal uang untuk keperluan
hujan buatan itu adalah uang hasil
korupsi? Bagaimana apablia ibadah sholat yang kita lakukan hanya sekedar
prasyarat dan bukan aktifitas yang didasarkan pada ikatan dan kepasarahan hati?
Bagaimana apabila ritual desa itulah yang malahan yang mengandung kepasrahan
total? Tanpa pamrih, tanpa
pengharapan dan murni
pertalian hati dengan Tuhan yang uang iurannya didasarkan pada keikhlasan?
Bukankah Tuhan Maha Penimbang? bukankah
Dia maha mengetahui isi hati? Maka tak ada satupun yang sebenarnya berhak
mengkalaim mana yang benar dan mana yang salah. Karena
pasti ada benar salahnya semua sesuatu itu, tergantung dari sudut mana kita
melihatnya. Bukankah Tuhan sendiri
dengan segala ke Maha Arifannya telah medidik kita lewat kisah pelacur yang
masuk surga “hanya” karena dia memberikan air minum kepada
anjing yang kehausan? Maka
bagaimana kita bisa dengan sangat arogan menilai haram-halalnya sesuatu,
meneraka-nerakakan sesuatu berdasarkan
yang nampak mata saja?
justru hal ini menarik, jujur aq tdak jago dlm hal matematika. namun persoalan diatas adalah persoalan aliran positivisme dengan persoalan mistisisme. sependek pngetahuan sy. dlm ilmu filsafat islam. kita dpt mncapai kbenaran dengan berbagai metode. metode positivis, wahyu, dan kepercayaan lokal. ketiga hal tersebut sm2 usaha dlm mnncapai kbenaran. kira2 seperti klo gk salah. appreciate brow...
ReplyDeleteWehehe tengkyu masbro
DeleteSuka banget. Thanks.
ReplyDeleteTengkyu an
Deletenays bray. mungkin, kalau masih takut nulis tentang Tuhan, bisa nulis tentang kejombloan. yg notabene sudah master dibidang itu. Lanjutkan mblo
ReplyDeleteCatatan seorang jombloan
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletePreketek
DeleteBagiku, kisah seorang pelacur yg masuk surga karena memberi minum seekor anjing adalah kisah yg paling mengakar dalam ingatan. Kisah ini mengingatkan kita akan hak manusia dalam beribadah dan berbuat kebaikan. Soal pahala, surga, dan neraka sudah bukan ranah kita. Sipp, mas Luqman. Nice post, anyway.
ReplyDeletekatanya sih, kalo mau masuk surga, kudu bawa formulir pendaftara, atau paling enggak bawa kuncinya.
DeleteKisah pelacur dan anjing itu masih banyak versinya sebenarnya... Kemarin aku sempat bertukar pikiran sama temanku tentang kisah itu.. Dan katanya, ada versi yang lebih komplit yang aku juga baru dengar dari temenku itu
Deleteilmu pengetahuan
ReplyDeleteagama
budaya
-
"lalu bagaimana seharusnya aku hidup sebagai seorang yang berilmu pengetahuan, beragama, dan berbudaya?"
Temukan simpul dari ketiga hal itu... Semua sebenarnya singkron2 saja menurutku, cuman karena keterbatasan pemikiran kita saja, sehingga membuat hal tersebut seolah2 berupa kotak2 yang terpisah
Delete