Mati Listrik
Di kampungku, mati listrik masih merupakan hal
lumrah yang kerap terjadi. Disaat seperti inilah biasanya dimar/lampu minyak
menjadi sumber penerangan yang biasa kami gunakan. Kami biasa menyimpan paling
tidak dua lampu minyak untuk jaga-jaga bila tiba-tiba listrik mati. Dan aku selalu
suka saat listrik mati.
Saat mati listrik, kami biasa berkumpul di ruang tamu
(dirumahku ruang tamu biasa menjadi ruang keluarga) atau emperan rumah. Kami
semua menghentikan kegiatan kami masing-masing dan berkumpul bercengkrama
dengan keluarga. Saat-saat iniah yang aku rindukan. Momen yang biasanya hanya
dapat terjadi ketika mati listrik datang.
Kami dapat bercerita ringan disini, bersama
keponakan, bahkan kadang tetangga ikut hadir bergabung. Inilah kehangatan yang
indah. Kadang ibuku mengeluarkan apa saja untuk bisa dinikmati saat mati lampu
ini. Mulai kacang rebus, pisang ngoreng atau jajanan lain. Obrolan santai
mengalir begitu natural. Aku juga merasa bahwa langit selalu lebih indah ketika
mati lampu. Aku sering mendongakkan kepalaku melihat kerlipan bintang. Sesuatu yang
jarang aku lakukan di saat-saat normal. Ya, bintang selalu lebih jernih tanpa
polusi cahaya lampu. Dan kalian tahu? memandang langit membuatku selalu
bertanya tentang banyak hal.
Hal lain yang selalu membuatku menikmati mati
lampu adalah permainan bayangan. Ya, dengan lampu minyak yang dinyalakan,
proyeksi bayangan tangan yang dihasilkan dari tangan akan sangat jelas. Kami (aku
dan keponakanku) biasa beradu kreatifitas dengan membentuk pola bayangan yang
beraneka ragam. Kami biasa juga menyusun alur cerita dengan bayangan tangan
kami. Persis seperti dalang handal pewayangan. Terakhir, aku selalu rindu
dengan teriakan Hamdallah yang kami teriakkan bersama-sama saat listrik kembali
menyala. Sekali lagi itu semua hanya dapat terjadi saat mati listrik.
***
Perkembangan
teknologi yang pesat serta gadget yang beragam membuat kita kadang lupa siapa
kita sebenarnya. Kita seringkali terlampau asyik dengan gadget kita, lebih suka
bersua sapa lewat layar tipis itu. Kita kadang menjadi enggan untuk
besosialisai dengan orang lain. Kita selalu mengecek berapa like yang kita
dapat, kita berubah menjadi makluk yang dikontrol layar persegi empat tersebut. Hal ini lah yang kadang membuat kita rindu dengan masa-masa lalu, rindu dengan romantisme
kesederhanaan. Rindu dengan hangatnya keakraban nyata.
orang2 skarang sok-sokan meet up, eh pas udah ngumpul ya taunya asik sama gadget sendiri eheheh
ReplyDeleteiya bell. moga masih bisa nikmati dunia asli ya, kasian kalo dunia maya aja :v
ReplyDeletei feel ya mas i feel you :''')
ReplyDeletesebagai penduduk Kalimantan, mati listrik adalah biasa. bahkan ada jadwalnya. senin dan kamis layaknya puasa sunah, kadang selasa sabtu, bisa saja tiga hari berturut-turut. kemudian kami akan kelabakan karena beras di penanak nasi yang belum matang. ah indahnya tinggal di Malang, sungguh mati listrik sangat jarang sekali. kalaupun terjadi, limabelas menit kemudian akan ada yang mengomeli PLN. duhai, aku jadi ingat Pak Dahlan Iskan (yang ini nyambung).
kalau mati listrik, biasanya aku dan keluarga duduk di teras. ngobrol. kadang para tetangga ikutan, jadinya malah rame :'''D (dan PR dilupakan)
iya kah yun?? waw pemadam bisa terjadwal gitu ya.. asik kayaknya yun hihi bisa tambah akrab dan yang penting LUPA RPW, untung-utntung lupa SKRIPSI haha ..
ReplyDelete