Random
Masih sempat terfikir tentang kematian di zaman yang serba gemerlap ini?
Pernah kalian membayangkan seperti apa rasanya berada sendirian di dalam
tanah berukuran 1x2 meter? Pernah membayangkan bagaimana bila hari ini adalah
hari terkahir kita menatap matahari? Hehe bila masih, mungkin kita bisa anggap
diri kita beruntung (?)
Well, tengah malam ini, banyak sekali pikiran yang
berkecamuk dalam kepalaku. Pertanyaan tentang hidup, tentang kebahagiaan,
tentang apa saja yang selama ini terus menjadi teman pejalananku. Aku sering
berfikir, untuk apa aku disini, apa yang aku mampu lakukan dalam hidup ini, apa
yang mendorongku melakukan ini, apa yang seharusnya aku lakukan, mengapa,
bagaimana, apa dan ribuan pertanyaan lain yang seperti tinta permenen yang
terus menempel di kepalaku.
Sering aku melihat bagaimana orang bisa hidup
dengan santainya. Bercanda, minum alkohol, bercumbu, dan lain-lainnya seolah
mereka hidup tanpa beban dan pikiran. Terkadang aku juga menemukan orang yang
sangat patuh dengan apa yang diyakininya. Mereka memenjarakan dirinya sendiri,
tak membiarkannya lepas dan liar. Apa yang mendorang mereka demikian? Aku
heran, sungguh. Ada yang berusah merubah orang-orang yang tidak sesuai dengan
apa yang mereka yakini, ada yang apatis dan ada yang bahkan membunuh mereka yang
tidak sesuai dengan apa yang mereka anut.
Malam ini pikiran-pikiran bertabrakan di kepalaku.
Dan salah satunya salah satunya tentang kematian.
Beberapa saat yang lalu, saat aku pulang, ada dua
tetanggaku yang meninggal secara beruntun. Yang pertama Mbah Istiqomah. Beliau
adalah sosok yang cukup baik, yang mengisi masa kecilku. Dulu ketika aku masih
bersekolah sore (TPQ), sering ketika istirahat aku menghabiskan waktu di
halaman rumahnya yang asri dan hijau. Beliau yang baik tak pernah marah dengan
ulah nakal kami yang kadang merusak tanaman beliau. Pun
ketika idul fitri datang dan aku sempatkan bersilaturahmi kesana, aku sering di
beri uang jajan oleh beliau.
Saat aku takziah disana, aku diminta untuk
menuliskan nama beliau di batu nisan. Dengan paku dan batu aku memulai memahat
nama beliau disana. Aku mulai berfikir, bila aku mati, bila aku tak ada, apakah
aku masih akan dirindukan? Apakah aku akan ditangisi? Atau sebaliknya? Orang
bersuka cita akan ketiadaanku? Oh betapa sedihnya. Aku membayangkan, siapa yang
akan memahat namaku kelak di batu tersebut?...........
Orang kedua yang meninggal adalah tetangga yang
tak terlalu ku kenal (atau mungkin karena sifatku yang agak soliter? Entahlah).
Banyak sahabat masa kecilku disana, namun aku tidak bercakap banyak dengan mereka.
Aku lebih merasakan kesendirian disini. Bahkan tetanggaku pun bertanya siapa
aku! dan jujur aku juga tak hapal nama-nama mereka. Ini membuatku berfikir,
akan sebanyak apakah orang-orang yang mengantarkan jasadku kelak? Akan seberapa
banyak orang mengenal dan terkejut saat petugas kematian mengumumkan namaku
lewat pengeras suara masjid saat aku tiada nanti? Bilapun ada yang datang ke
pemakamanku nanti, apakah mereka hanya sekedar menggugurkan kewajiban atau
memang karena berduka atas ketiadaanku? .......
Entahlah..........
#tulisan ini mengalir begitu saja, entah karena
pikiran yang sedang lelah, atau hal lain.....
mas luq udah ngantuk yak, banyak typo xixixi
ReplyDeletemas luq jangan gitu dong, pasti ada kok yg nangisin sama kehilangan kalo mas luq ntar gada
aamiin.. hopefully so :) tengkyu bell
Deleteberasa kayak tulisan balasan untuk 'Cara-Cara Menemui Kematian' punyaku huakakakak
ReplyDelete(jadi ingat tulisannya noya di hari pertama yang kayak 'ngebalas' tulisanku juga xD"
seru kali ya kalo kita bikin semacam project tulisan blog berbalas hmmm
wah kayak gimana itu yun project tulisan berbalas? jadi kayak debat ntar hahah
ReplyDelete