Lelaki dan Tiga Hal Tabu
Salah
satu buku yang sangat jarang aku baca adalah buku jenis self-help yang isinya berkutat pada; tips dan trik dalam menjalani
hidup, meraih kesuksesan, kebahagiaan, mendapatkan banyak teman dan sebagainya.
Bagiku, buku-buku jenis ini seperti memberitahukan sesuatu yang “mubazir”
karena kita sendiri sebenarnya sudah mengetahui isinya.
Bukannya sombong, tapi memang sejak di bangku sekolah dasar, atau bahkan jauh sebelum kita mengenyam bangku pendidikan formal, lewat pendidikan di masyarakat misalnya, kita sudah terlalu sering dicekoki pelajaran tentang how to behave properly, sesuatu yang menjadi kajian dari buku-buku ber genre self-help tersebut. Oleh karena itulah, hampir bisa kupastikan bahwa rak buku yang berisi buku self-help akan ku lewati begitu saja saat kebetulan berada di toko buku (ini jelek, jangan di tiru!)
Bukannya sombong, tapi memang sejak di bangku sekolah dasar, atau bahkan jauh sebelum kita mengenyam bangku pendidikan formal, lewat pendidikan di masyarakat misalnya, kita sudah terlalu sering dicekoki pelajaran tentang how to behave properly, sesuatu yang menjadi kajian dari buku-buku ber genre self-help tersebut. Oleh karena itulah, hampir bisa kupastikan bahwa rak buku yang berisi buku self-help akan ku lewati begitu saja saat kebetulan berada di toko buku (ini jelek, jangan di tiru!)
Namun
beberapa saat yang lalu, entah terdorong oleh apa, aku akhirnya membaca buku
bergenre self-help yang dibagikan
oleh salah satu kawan lewat grup WA. Buku ini berjudul happiness inside (kalau kalian tertarik untuk membaca, dengan
senang hati akan aku bagi buku ini). Sebenarnya buku ini sudah sangat lama dibagikan
oleh temanku itu, namun seperti yang aku sebutkan tadi, bahwa kemalasanku dalam
membaca buku model ini, membuatku enggan menyentuh buku berformat PDF tersebut.
Jujur, aku sedikit pesimis dengan buku ini, bagiku akan lebih menyenangkan untuk membaca buku-buku yang menghibur seperti novel, cerpen, puisi, atau sekalian saja buku-buku berat yang membuat kita mikir, seperti buku tentang rahasia menikah, menggapai ridho Ilahi lewat Ijab Qobul, dan tutorial membina keluarga harmonis…….Emmm Wait! What the hell was that!?
Jujur, aku sedikit pesimis dengan buku ini, bagiku akan lebih menyenangkan untuk membaca buku-buku yang menghibur seperti novel, cerpen, puisi, atau sekalian saja buku-buku berat yang membuat kita mikir, seperti buku tentang rahasia menikah, menggapai ridho Ilahi lewat Ijab Qobul, dan tutorial membina keluarga harmonis…….Emmm Wait! What the hell was that!?
Oke,
lupakan omongan ngawur barusan. Kembali ke masalah buku tadi. Tenyata
keyakinanku diatas salah total! Buku bergenre apapun, nyatanya tetap saja
memberikan nutrisi bagi kita. Bahkan buku yang sudah kita baca
berulang-ulangpun sebenarnya tetap memberikan kita pandangan baru. Hal ini
tentu saja karena memang level pemahaman kita bertingkat-tingkat dan terus
berkembang. Pemahaman dan penghayatan terhadap satu kata atau kalimat saja
misalnya, akan berbeda antara saat kita membacanya pertama kali dan beberapa
bulan setelahnya. Disisi lain, membaca buku akan me-refresh ingatan kita pada hal-hal yang kita lupa.
Nah, salah satu bagian dari buku self-help tersebut yang juga berhasil
merefresh pikiranku adalah bagian tentang perbedaan laki-laki dan perempuan.
Disebutkan dalam buku tersebut bahwa terdapat perbedaan mendasar antara
laki-laki dan perempuan dalam menghadapi masalah dan mengekspresikan
perasaannya. Bagi perempuan, (kata buku itu lho
ya) mereka sangat mudah berbagi perasaan mereka dengan perempuan lain.
Terlebih apabila mereka mempunyai komunitas tersendiri yang mempunyai visi sama
(menurunkan harga tiket konser kipop,
misalnya) dan siap menampung keluh kesah mereka. Kebanyakan, mereka akan dengan
sangat mudah menumpahkan uneg-uneg mereka disana. Wanita diberkahi sensitifitas
dan kemudahan dalam melakukan tiga hal yang sangat amat susah dilakukan oleh
laki-laki; Sharing, crying, hugging (berbagi,
menangis dan memeluk).
Tentu
saja tidak semua perempuan bisa dengan mudah melakukan tiga hal tersebut, dan
juga tidak semua laki-laki susah melakukan tiga perkara itu. Namun tidak
terlalu sembrono bila dikatakan ada semacam aturan tak tertulis bahwa laki-laki
itu harus bisa memecahkan masalah mereka sendiri dan pantang cerita ke orang lain, makruh
untuk menangis karena akan terkesan cengeng, dan haram untuk memeluk sejenisnya! Apa lagi meluknya dari belakang dan di iringi lagu Titanic pula! *maho
Tapi
kalau mau jujur, memang demikian batasan yang ada saat ini. Laki-laki harus
terlihat selalu tegar dan berwibawa, terlepas bahwa di dalam jiwanya mereka
hancur berkeping-keping. Mereka pantang bercerita ke orang lain terkait
masalahnya walaupun masalah yang mereka hadapi sangat mencekik. Hal tersebut terjadi
karena memang mereka dituntut untuk mandiri dan bisa menuntaskan masalah mereka
sendiri. Berpelukan pun menjadi sebuah aktitas yang sangat tabu.
Biasanya
mereka, laki-laki, hanya akan berpelukan dengan teman kental mereka yang sudah
sangat lama berpisah. S.O.P. (Standard
Operational Procedure) berpelukan merekapun juga sama dan itu-itu saja;
didahului dengan jabat tangan, lantas mengadu lengan atau sebagian badan mereka
sambil menepuk pundak satu atau dua kali. Itupun hanya dilakukan beberapa detik
saja sambil berucap sok macho, “apa kabar,
bro!” Dan apabila mereka sedikit saja menyalahi SOP itu, dengan berpelukan
selama 10 menit misalnya, pelukan itu akan berubah menjadi bencana!
Terkait
hal diatas, salah satu guruku dulu sempat berkata bahwa gara-gara sulitnya
laki-laki melakukan tiga aktivitas tersebut, mereka cenderung memiliki tingkat
atau rasio kematian yang lebih tinggi dari wanita. Mungkin terdengar lebay,
tapi bila dianalisa lebih jauh, mungkin pernyataan itu ada benarnya. Berbagi (Sharing) adalah salah satu terapi yang
paling mudah dilakukan untuk meringankan beban psikologis. Menangis juga
mempunyai efek yang sama karena keduanya merupakan jalan untuk menyalurkan
emosi. Mungkin memang tidak menuntaskan masalah secara langsung, namun paling
tidak, dua hal tersebut bisa membuat kita merasa lebih plong. Tidak ketinggalan,
ternyata berpelukanpun memberikan efek yang luar biasa.
Pelukan
adalah obat termurah setelah tertawa. Bahkan menurut penelitian, pelukan
ternyata merangsang pembentukan hormon testosteron oxcytocin (hormon yang berhubungan dengan
perasaan cinta dan damai) dan sekaligus menekan cortisol dan norepinephrine (hormon pemicu stress). Selain itu, oxytocin juga baik untuk jantung dan pikiran
kita. Sehingga, tidak terlalu berlebihan sebenarnya apabila kesulitan dalam
melakukan tiga hal tersebut; sharing, crying, dan hugging, bisa dikaitkan dengan rasio tingkat kematian laki-laki
yang cenderung lebih tinggi dibanding perempuan!
***
Tulisan
ini tentu saja hanya sekadar menyampaikan informasi, tidak bermaksud menggurui
sama sekali. Bahkan aku pribadi yakin bahwa kaum Adam pasti sudah paham dan
khatam dengan hal ini. Dan tentu saja dengan penjelasan seilmiah apapun, atau
entah disampaikan oleh siapapun, kaum berjakun ini, akan tetap sulit untuk
melakukan tiga hal tersebut, terutama memeluk. Terlebih lagi bila mereka menyandang
predikat Jomblo permanen!
Ah……..sudahlah…………….. *meluk-pohon-beringin
Ah……..sudahlah…………….. *meluk-pohon-beringin
![]() |
oke mblo |
Sudut pandang yg bagus. Apalagi tentang "hugging".
ReplyDeleteAndai laki2 diberi keleluasaan memeluk, terlebih jika diperbolehkan memeluk wanita. Itu akan menurunkan tingkat kematian, Dan memicu pertumbuhan angka kelahiran.
iku lak pengenmu bro.. memeluk wanita tok wkwwk
Deletefenomena sosial yang kita saksikan memang memiliki respon yang berbeda terhadap pemahaman kita, sy pikir persoalan laki-laki dan perempuan terletak pada feminitas dan maskulinitas. cewek bergandengan tangan denga sesama jenis adalah hal biasa, namun kalau kita lihat cowok bergandengan tangan dengan sesama cowok itu menjadi semacam bencana. ketidakwajaran pada cowok yang bergandengan tangan tersebut saya pikir diciptakan oleh wacana mayoritas. padahal, kita terkadang tidak menyadari bahwa ada sebagian lelaki dimana sifat feminisnya lebih mendominasi daripada sifat maskulin nya. menarik om hahaa...
ReplyDeletebegitulah mas bro.. memang saat ini, dan mungkin selamanya, kondisi yang ada akan seperti itu. laki-laki dan perempuan memang di adakan untuk saling belajar, dan mengerti satu sama lain #oposeh
Delete