Transparansi
Beberapa waktu yang lalu aku sempat mendatangi acara yang digagas oleh
jajaran pemerintahan kabupaten Tulungagung sebagai salah satu rangkaian acara
peringatan ulang tahun daerah yang berbatasan langsung dengan samudra Hindia
ini. Seperti acara yang mengundang CaK Nun dan Kyai Kanjeng kebanyakan, materi
diskusi malam itu sangat kompleks dan multidimensi. Tidak ketinggalan, bapak Bupati
beserta pengurus daerah juga sumbang suara tentang kinerja dan pencapaian yang
telah mereka kerjakan.
Salah satu paparan yang mengudang tanda tanya buat aku pribadi adalah
fakta yang dijelaskan oleh Bupati Tulungagung saat itu. Beliau mengatakan
dengan bangganya bahwa angka pertumbuhan ekonomi di Tulungagung melebihi angka
pertumbuhan nasional. Dalam benakku aku bertanya, bagaimana bisa angka itu
diperoleh? Dari sektor mana? Dan dari golongan atau lapisan masyarakat yang
mana? Aku yang lahir, tinggal dan menetap di kampung, mengamati sendiri
bagaimana pergolakan ekonomi yang ada di daerahku.
Terlahir di daerah perdagangan, tentu saja semua keluh kesah tentang
ramai-sepinya pasar, baik-buruknya pasar, selalu dapat terjangkau oleh
pendengaran. Begitu pula dengan petani, bagaimana lahan yang semakin menyusut,
pupuk yang seolah dihomogenisasikan oleh tangan pemerintah yang disetir
cakar-cakar kapitalisme, tengkulak, dan impor yang mematikan harga beras lokal,
yang membuat bertani seolah menjadi tidak layak disebut sebagai mata pencaharian,
melainkan sebagai rutinitas pengisi hari saja.
Aku rasa, data-data pertumbuhan ekonomi, agenda kerja, alokasi data,
susunan fungsionaris di pemerintahan, alamat serta semua hal yang berkaitan
dengan pemerintahan harus ditampilkan dengan sangat transparan. Hal tersebut
tentunya diperlukan guna, paling tidak, menghindarkan kecurigaan dan ketidak
percayaan dari masyarakat itu sendiri. Karena pada dasarnya, pilar utama dari
masyarakat demokrasi adalah ‘trust’,
kepercayaan. Apabila kepercayaan elemen bangsa itu sudah tergerogoti. Sudah
habislah negeri yang mengatasnamakan demokrasi ini
Dari sini, kita sebenarnya bisa belajar transparansi dari hal-hal kecil
di lingkungan kita sendiri. Apabila memasuki masjid atau mushola misalnya. Kita
bisa dengan mudah melihat susunan takmir masjid, anggaran dan alokasi dana;
pemasukan, pengeluaran dan saldo. Semua terpampang dengan sangat jelas di
dinding-dinding masjid tersebut, sehingga semua kalangan baik warga masjid atau
bahkan musyafir yang kebetulan singgah disana akan tahu tentang besaran dana
yang ada disana. Aku pribadi bermimpi, suatu saat kota kecil kelahiranku yang
permai, yang mempunyai moto ayem tentrem
mulyo lan tinoto ini dapat meniru dan mengadopsi kearifan-karifan kecil
yang berserakan di daerah-daerah nya.
Tentu saja dalam skala pemerintahan daerah, transparansi tersebut harus
dikemas dengan lebih ciamik. Mungkin konsep transparansi inilah yang sekarang
dikenal dengan e-budgeting (beberapa
daerah sudah melakukan hal ini). Dengan website, kita bisa
menampangkan agenda kerja, informasi, alokasi besaran dana, beserta thethek bengek nya kepada masyarakat
luas sehingga pada akhirnya mutual undersanding tiap elemen masyarakat bisa di
capai.
Maju wes dadi calon bupati, garek nggolek bojo ae gawe dadi istri bupati
ReplyDeleteWes sip yo? Mene tak nyalon kades disek ae wes...
Deleteaku membyangkan tulisan ini nongkrong d koran radar tulungagung dan dbaca pak bupati. haha
ReplyDeleteBupati Tulungagung subscribe blog ku kok bro... Tenang aja... Pasti dibaca wkwk
DeleteWess.. Gek ndang nyalon. Mumpung belum pilkada..
ReplyDeleteRakuat duwit e
DeleteApabila elemen kepercayaan tergerogoti, sudah habislah negeri yang mengatasnamakan demokrasi ini. Wow, keren banget mas. Aku suka kutipan itu :D
ReplyDeleteKopas dari skripsi anak teknik
DeleteHehe, kita sebagai rakyat ya bantu sebisanya masbro. Kadang, the most well-meaning leaders kayak Kang Emil atau Bu Risma itu justru dikisruh rakyatnya sendiri, walaupun usahanya ndak karu2an. Selain transparansi, kita juga kudu sinergi. Mutual understanding kan ndak lahir dari bertepuk sebelah tangan to?
ReplyDeleteHehe iya mbak... Semakin tinggi pohon semakin kenceng angin yang nabrak... Taoi semakin jauh pula benih2 yang tersebar karena angin itu :)
Delete