Nyethe
Setelah merenung sejenak, aku menemukan bahwa selain
tentang Temanten Kucing, tidak banyak
hal yang aku tulis tentang kotaku, Tulungagung. Maka dari itu, kali ini aku ingin
sedikit menguraikan salah satu budaya yang ada di daerah penghasil marmer
terbesar di Indonesia ini.
Tulungagung adalah salah
satu kota yang ada di Jawa Timur, yang berbatasan langsung dengan Kediri di sebelah
utara, Trenggalek di bagian barat, dan Blitar di bagian timur serta Samudera
Indonesia di bagian selatan. Kelengkapan bentang geografis yang ada di Tulungagung membuat kota ini memiliki beragam
kebudayaan yang cukup unik. Sejarah yang panjang juga turut mewarnai kekayaan
kuliner, seni, ritual adat dan sistem
kehidupan sosial di kota berslogan ayem
tentrem mulyo lan tinoto ini.
Salah satu dari banyak budaya unik yang tumbuh
di kota ini adalah budaya nyethe. Nyethe merupakan
budaya yang digemari, baik oleh kawula muda maupun tua Tulungagung. Nyethe (v) berasal dari kata cethe (n) yang berarti ampas kopi.
Sedangkan nyethe itu sendiri merupakan
proses pengolesan ampas kopi pada permukaan rokok. Kopi dan rokok merupakan
salah satu budaya yang mengakar kuat di Indonesia, terutama di pedesaan. Kombinasi
dari dua barang tersebut merupakan salah satu alat perekat sosial yang sangat
mujarab.
![]() |
hasil Nyethe (kaskus) |
Di Indonesia sendiri, banyak sekali jenis kopi
yang menjadi primadona. Kondisi geografis Indonesia dengan bermacam kontur
alamnya mampu menghasilkan cita rasa kopi yang nikmat dan di gandrungi banyak
pecinta kopi dunia. Ambil contoh kopi Toraja, kopi Gayo, kopi Jawa, dan hingga
kopi Luwak yang berharga fantastis itu. Kopi-kopi ini bila diproses dengan cara
tertentu akan menguarkan cita rasa yang khas yang berbeda dengan kopi-kopi
lainnya. Oleh karenanya, tidak heran bila tidak sedikit kedai kopi luar negeri
yang juga kepincut dengan kopi-kopi nusantara ini.
Sedangkan untuk rokok, Indonesia juga
mempunyai masterpiece yang tidak
boleh dipandang sebelah mata; Kretek. Kretek berbeda dengan rokok kebanyakan.
Kretek adalah campuran dari racikan tembakau, cacahan cengkeh dan saus khusus.
Hal inilah yang membuat kretek mempunyai aroma yang berbeda dari rokok
konvensional lainnya. Mengenai kretek ini, ada cerita unik yang tidak akan
lekang oleh jaman. Tentang keluwesan H. Agus Salim saat diundang ke Inggris
dalam penobatan Ratu Elizabeth II sebagai Ratu Inggris.
Diceritaan saat itu bahwa pangeran Philip yang
masih muda terlihat canggung menghadapi tamu yang begitu banyak. H. Agus Salim,
diplomat yang dikenal cerdas dan berani itupun akhirnya mendatangi pangeran
muda tersebut sambil mengayun-ayunkan rokok kreteknya di depan pangeran Philip.
Merasa asing dengan aroma rokok tersebut, pangeran Philip akhirnya bertanya
tentang sumber dari aroma tersebut. Dan dengan sangat berani dan santai, H.
Agus Salim berkata bahwa barang yang dihisapnya inilah alasan bangsa Eropa dulu
menjelajah dunia dan menjajah Nusantara.
Oke, kembali ke cerita Nyethe lagi. Di Tulungagung sendiri,
ngopi adalah kosa kata wajib bagi pemudanya. Maka tidak heran, ada banyak
sekali warung kopi yang tersebar di Tulungagung. Mulai dari warkop yang hanya
menyediakan kopi sasetan hingga kafe modern dengan menu kopi yang namanya se-eksklusif harganya. Nyethe sendiri bukan sekedar aktifitas mengoleskan ampas kopi pada batang rokok. Nyethe
juga membutuhkan kreatifitas dan nilai seni yang tinggi. Hal ini bisa
dilihat dari motif-motif dari chethe
yang cukup beragam, mulai dari sulur, tribal, tulisan, hingga tokoh pewayangan
bisa menempel dengan indah di batang rokok tersebut.
Tentu saja, agar membuat ampas kopi tersebut
bisa menempel pada batang rokok, dibutuhkan campuran tertentu selain cethe itu sendiri. Bubuk kopi yang bisa
dipakai untuk cethe adalah bubuk kopi yang sangat halus dan biasanya dicampur
dengan susu krim sebagai perekatnya. Selain itu diperlukan tusuk gigi, silet
hingga benang jahit untuk menghasilkan detail gambar yang ciamik.
Kebiasaan nyethe
itu sendiri bila diruntut bisa jadi berasal dari budaya agraris yang memang
ditekuni sebagian besar masyarakat Tulungagung. Kabarnya, dulu selepas kerja di sawah, banyak
petani yang melepas lelah sembari bercengkrama di warung kopi sambil mengobrolkan
masalah pertanian hingga keseharian mereka. Disinilah kebiasaan nyethe itu
tumbuh. Sembari berbincang, para petani menikmati kopi dan rokok mereka. Dan
saat kopi tersebut habis, saat itulah mereka mengolesi rokok mereka dengan
ampas kopi tersebut sehingga aroma yang dihasilkan dari rokok tersebut terasa
lebih nikmat (katanya-karena aku ga ngerokok). Namun tentu saja sejarah nyethe tersebut masih perlu untuk dikupas
lagi guna memenuhi kriteria sebagai “sejarah”.
_____
Namun, terlepas dari kebenaran akar sejarahnya, tidak bisa dipungkiri bahwa nyethe merupakan salah satu dari
khasanah budaya Indonesia yang cukup unik. Selain seni dan keterampilan
menggambar, nyethe itu sendiri
merupakan representasi dari tingkat kedekatan social yang cukup tinggi,
kedinamisan masyarakat, sifat komunal, dan bahkan tingkat pemahaman masyarakat
dalam menikmati dan menjalani hidup……….
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteIya mbak. .. Nyethe namanya, dan itu kebiasaan yang udah lama banget.. Kalo di gresik gimana model cethe nya?... Nah waris itu salah satu warkop paling ramai di Tulungagung mbak... Dia punya produk kopi ijo dan item sendiri yang rasanya unik dan nikmat :)
DeleteAku baru tau ada kebiasaan nyethe... ._. Belum pernah ke Tulungagung nih, tapi jadi sedikit ada gambaran mengenai itu. Haha!
ReplyDeleteIya din... Sekali sekali boleh mampir ke Tulungagung ... Tapi hati-hati, Tulungagung itu ngangenin wkwkw #promosi
DeleteFunFact: Haji Agus Salim saat itu menghisap Rokok Gendruwo alias Klembak Menyan, karena asapnya mengepul permanen bagai kemenyan... mistis, ndak ilang-ilang. Sangat berkesan di hati dan hidung.
ReplyDeleteWew... Baru denger nama rokok itu... Thanks for the info :)
DeleteNyethe adalah warisan budaya yg otomatis tdk terlepas dari warung kopi (warkop). Namun, entah dalam pendidikan warkop menjadi polemik lantaran banyak siswa yg bolos dan pergi ke warkop, pdhal di warkop mereka g ngopi ato nyethe juga, malah kbanyakan pesen susu milo coklat ato ekstra joss. Pemerintah pun tidak bisa berbuat apa2, karena warkop adalah salah satu ikon di Tulungagung dan juga sbg wadah untuk melestarikan budaya nyethe tsb. So what to do .. Ahahaha..
ReplyDeleteIni bisa jadi bahan diskusi panjang mbak... Tapi paling nggak, kita bisa mulai memperbaiki image warkop, nyethe, dan sebagainya sengan mulai berhenti menaruh prejudice dulu :)
Delete