From Kelud with love.
Aku begitu cinta dengan Gunung. Ditempat inilah
aku merasakan benar-benar ditantang untuk dapat menaklukan diriku sendiri,
mengetahui batasku dan mencoba memecahkannya guna menjadi seseorang yang lebih.
Gunung, aku yakin bagi seorang pecinta alam, adalah perlambangan hidup yang
cukup tepat. Kabutnya yang pekat bagaikan misteri kehidupan yang penuh ketidak
pastian, lerengnya yang indah namun menanjak merupakan perlambangan usaha
manusia, puncaknya yang kadang membuat kita merangkak tertatih untuk
menggapainya adalah perwujudan impian yang harus ditempuh dengan segenap asa,
sedang mentari pagi nan cantik adalah buah dari usaha mati-matian yang telah
dilakukan. Masih banyak lagi simbol dan pelajaran yang dapat diambil dari
tempat yang menurut banyak kepercayaan kuno merupakan salah satu tempat
bersemayamnya dewa-dewa ini.
****
Salah satu gunung yang tersebar di Negeri hijau
nan cantik ini adalah Gunung Kelud. Gunung berapi mungil yang masih aktif ini
terletak di Kabupaten Kediri Jawa Timur. Dengan ketinggian sekitar 1600 MDPL,
Kelud adalah gunung berapi dengan ketinggian terendah di Indonesia. Hal yang
unik dari Gunung Kelud adalah, jangka waktu letusannya yang dapat diprediksi,
serta masyarakatnya yang mampu hidup berdampingan dengan harmonis dengan alam. Keharmonisan
inilah yang memicu para peneliti untuk datang bertandang ke tempat ini untuk
mempelajarinya.
Salah satu “rahasia” dari keharmonisan hubungan
masyarakat dan gunung ini adalah sebuah upacara yang jamak disebut “Ruwatan”.
Masyarakat kelud percaya, bahwa letusan Gunung Kelud yang terjadi selama ini
bukan saja disebabkan oleh faktor teknis, namun juga ada faktor non teknis
didalamnya. Mereka percaya bahwa para “Penunggu” disana juga berperan dalam
meletusnya Gunung ini. Hal inilah yang mendasari diadakannya ruwatan yang secara
rutin dilakukan di tempat ini.
****
Tahun ini, acara Ruatan Gunung Kelud diadakan
secara besar-besaran dan mengambil tema “Festival Seribu Tumpeng”. Dengan
peserta yang luar biasa banyak yang mencangkup beberapa desa di lereng Kelud,
agenda tahunan ini mendapat perhatian khusus dari Pemerintah kota Kediri dan
para peneliti. Aku dan temanku, Gilang, yang ‘ditugaskan’ disana, cukup
beruntung dapat mengabadikan momen luar bisa ini. berbekal kamera pinjaman dan
alat perekam, kami berdua beserta dosen pembimbing kami, berduet untuk
mengumpulkan data yang masih tercecer disana. Kami menghabiskan dua malam untuk
dapat mengikuti prosesi ini, dan dua malam inilah yang membuatku semakin cinta
terhadap negeri ini.
dok. pribadi: upacara seribu tumpeng
Malam sebelum upacara “Seribu Tumpeng” dilaksanakan,
kami mengikuti prosesi yang cukup sakral di atas sana. Prosesi, yang entah apa
namanya tersebut, adalah prosesi meminta keselamatan dan kelancaran untuk acara
esok hari. Disini, kami menjumpai sesepuh dan juga panitia yang sibuk
menyiapkan berbagai perlengkapan untuk acara utama nanti. Salah satu perlatan
yang disiapkan disana adalah alat musik gamelan.
Aku begitu suka alat musik
khas Indonesia ini. Bagiku, lantunan suaranya selalu berhasil menenangkan
pikiran yang sedang tak menentu. Singkat cerita, prosesi malam itu berjalan
lancar, dan ditutup dengan makan-makan sebagai simbol rasa syukur.
dok. pribadi: lautan manusia dan tumpeng
Keesokan harinya, upacara dimulai pukul 09.00 pagi.
Upacara ini diawali dengan tarian dan nyanyian tradisional yang dibawakan oleh
siswa SMP dan SMA lokal. Aku sedikit terenyuh dengan pemandangan ini. Disaat
remaja seusia mereka sedang ‘gila’ akan Boy band dan Girl band serta menganggap
kuno budaya asli, mereka justru mau mempelajari budaya mereka sendiri. Aku selalu
kagum pada budaya negeri ini, dan pada mereka yang mau melestarikannya.
dok. pribadi: penari remaja
dok. pribadi: cantik itu tidak melulu terbalut kata ketat dan modern, kan?
dok. pribadi: penyanyi ini masih SMP
Kini, setelah beberapa pidato dari orang penting
di lingkup kabupaten dan desa rampung, doa-doa dipanjatkan. Inilah yang unik.
Lantunan doa saat itu tidak dimonopoli agama mayoritas saja, namun semua
perwakilan agama dipersilahkan berbaris rapi di depan panggung dan berdoa
sesuai urutan dan kepercayaan masing-masing. Inilah sebuah harmoni yang
seharusnya kita pelajari dan terapkan. Perbedaaan itu indah, dan sudah
seharusnya tidak menjadi sebuah alasan perpecahan.
dok. pribadi: para sesepuh Kelud
Doa melantun hikmat dari para pendoa berbagai
agama. Masyarakatpun mengamini tiap doa yang meluncur lancar dan indah
tersebut. semua doa intinya sama, berterimakasih kepada Tuhan, memohon maaf,
meminta perlindungan dan keselamatan. Setelah doa dari berbagai agama tersebut
selesai, kini doa penutup, doa berbahasa jawa atau biasa disebut ‘Ujub Jawa’,
terdengar.
dok. pribadi: pemimpin ujub jawa
Penempatan ‘Ujub Jawa’ yang ada di belakang ini
merupakan simbolisasi bahwa walaupun agama telah masuk kedalam sendi kehidupan
masyarakat Jawa (Indonesia), namun akar kebudayaan harus tetap dipertahankan
dan tak boleh di lupakan.
dok. pribadi: salah satu bentuk tumpeng
Acara kemudian dilanjutkan dengan mengarak tumpeng
utama ke atas Gunung Kelud. Sebagian masyarakat yang tidak ikut mengarak
tumpeng utama, langsung menyerbu tumpeng yang telah disiapkan dan didoakan
tadi. Seketika keramaian terjadi. jumlah tumpeng yang cukup banyak (seribu
tumpeng) seakan imbang dengan jumlah masyarakat yang ada disana! Semua membaur
rata. Tak terlihat mana pejabat mana masyarakat. Ini adalah pemandangan yang cukup
indah bagiku.
dok. pribadi: tumpeng utama dengan dekorasi merah-putih
Pembawaan Tumpeng Utama dikawal dengan seni tari
‘Jaranan’. Tarian ini dilakukan oleh pemuda yang berpakaian warok dan
menunggangi kuda mainan serta bersenjatakan ‘pecut’ yang seringkali disabetkan
ke aspal sehingga menghasilkan suara yang cukup memekakan telinga. Bagiku
pribadi, hal ini seolah perlambang penjaga yang mengamankan dan memastikan
‘Tumpeng Utama’ untuk dapat sampai di tempat tujuan dengan selamat.
dok. pribadi: mengarak tumpeng utama
Setelah sampai di tempat yang dituju, segera para
sesepuh menyiapkan prosesi pamungkas. Tumpeng Utama yang telah dibawa tadi
ditempatkan sedemikian rupa. Para sesepuh juga menempatkan diri ke posisi
masing-masing. Segera, rajutan doa jawa terdengar dari pemimpin upacara
tersebut. aku yang sedari tadi duduk di belakang pimpinan sesepuh segera
mengeluarkan alat perekamku dan merekam setiap kata yang keluar dari mulut
beliau.
dok. pribadi: upacara utama di atas Kelud
Tepat setelah doa selesai, tumpeng utama tadi
langsung menjadi sasaran para pengunjung. Seketika tumpeng tersebut ludes tak
bersisa. Masyarakat percaya bahwa tumpeng tersebut memberikan keberkahan untuk
mereka. Aktifits ini disebut ‘Ngalap Berkah’.
Setelah semua selesai, aku dan kawanku
berkesempatan untuk berbincang dengan ketua sesepuh Gunung Kelud tadi. Dari
beliau aku mendapatkan bermacam informasi yang cukup membuatku berdecak kagum,
terutama dari segi makna ritualan tersebut. Semua prosesi adat beserta
persyaratannya tersebut sangat syarat akan makna dan petuah bijak. (dan akan
sangat panjang bila dituliskan disini).
Paling tidak, secara kasat mata, upacara ritual
ini menggambarkan bagaimana rasa gotong royong antar masyarakat masih sangat
terjaga. Rasa persatuan dan rasa nasionalisme juga tergambar kental dari
dekorasi tumpeng. Nilai keikhlasan warga yang mau bersusah payah membuat
tumpeng untuk dimakan bersama. Rasa tenggang rasa antar umat beragama yang
ditunjukkan dari doa yang tidak dimonopoli agama mayoritas, serta menunjukkan
bahwa Negeri ini adalah negeri yang suka bersyukur dalam keadaan apapun.
dok. pribadi: gotong royong mengangkat salah satu tumpeng utama
Inilah yang seharusnya kita pelajari, mempelajari
budaya sendiri yang sangat kaya akan makna. Mempelajari dan menyerap
saripatinya sehingga membuat kita lebih arif dalam bertindak-tanduk.
Mungkin sebagian berfikir bahwa budaya ini
bertentangan dengan kepercayaan tertentu. Namun sungguh, bila kita belajar
melihatnya dengan lebih dalam, tidak hanya permukaannya saja, kita akan
menemukan nilai yang begitu luhur di dalamnya.
Inilah negeri permai penuh limpahan bekah dari
Tuhan tersebut. Sebuah negeri adi luhur yang kata seorang Professor Brazil merupakan Benua Atlantis yang hilang.
Entahlah. Tak ada yang pasti, kecuali satu hal, bahwa sekali lagi aku semakin
jatuh hati pada Zambrut khatulistiwa ini.
dok. pribadi: pemandangan kelud pasca erupsi
dok. pribadi: material yang masih meluber
Comments
Post a Comment