Potret Kenangan



(biar ku ingat~kiri ke kanan~; (berdiri) Samsul, Rudi, Novi, Vivin, Alin, Titis, Zainal, Bu Tin, (duduk) Aku, Wawan, Eko, Nova, Aan, Andri (dua lagi; dewa dan sinta absen)

Inilah potretku dan kawan-kawan karibku dulu. Potret yang diambil kala kami masih benar-benar lugu (dan unyu). Potret ini, berhasil membawaku ke masa indah itu. Masa yang bagiku baru kemarin aku lewati. Masa konyol yang tak akan pernah terlupa, dimana kami saling bertukar canda dan tawa. Aku masih ingat bagaiamana semangatnya kita belajar bersama di surau itu tiap malam. Aku masih ingat bagaimana kita bercerocos antusias membahas film yang baru kita lihat bersama, aku masih ingat bagaimana kita harus mengantri bermain Video Game di rumah salah satu sahabat kita yang berada. Semua masih terasa segar kawan. Foto ini, benar-benar obat mujarab untuk rasa rindu pada masa kanak-kanakku dan kepada kalian semua.
****


Bagaimana denganmu kawan? Masihkah kalian ingat bagaimana kita bermain sepak bola konyol yang sering berakhir dengan baku hantam, yang selalu merepotkan guru Agama kita dulu? Masihkah kalian ingat bagaimana kita diam-diam mandi di sungai tidak jauh dari sekolah itu? Masihkah kalian ingat bertapa merahnya muka kita kala teman sekelas kita “dijodohkan” dengan kita? Masihkah kalian ingat bagaimana serunya bermain bola dengan Globe di dalam kelas? Atau nasi super nikmat yang hanya seharga 200 perak di warung depan sekolah? Aahh, menuliskan ini membuatku teringat tingkah-polah kita dulu.

Lihatlah foto ini kawan, bukankah bangunan sederhana ini syarat akan kenangan masa kecil kita? Bangunan yang terletak di sebelah sawah yang sering kita jadikan lapangan bola kala kemarau melanda. Bukankah kebahagiaan itu sederhana kawan? Tak perlu pakaian mewah untuk mendapatkannya, tak perlu gejet baru untuk itu, tak perlu semua hal baru yang membebani kita saat ini. Cukup dengan “bersama” kebahagiaan itu muncul. Bukankah begitu kawan? 

Kau tahu kawan, aku selalu ingin menuliskan banyak hal tentang masa kecil kita, namun setiap itu pula, aku menyadari kelemahanku untuk menuliskannya. Aku merasa kerdil untuk menuliskan kebesaran masa ini. Kosa kata dan diksiku mendadak mengering tak berbekas saat aku mengingat keindahan masa itu. Aku bingung harus memulai dari mana untuk setiap tulisanku untuk masa ini.

................Dan taukah kalian kawan, bahwa aku masih rajin menatap potret ini dan selalu tersenyum kala melihatnya.

Comments

Post a Comment

Popular Posts