Lidah


Saya sempat membaca salah satu tulisan Andy F Noya dalam blognya dulu sekali. Meskipun lupa kapan tepatnya, namun tulisan yang berisi kegelisahan host acara Kick Andy tersebut melekat di kepala saya. Mungkin hal ini karena apa yang dituliskan oleh lelaki berkepala plontos tersebut juga terjadi pada saya [atau kita semua?].  

Resep Soto Ayam Lamongan Maknyus oleh Si Darling - Cookpad
Cookpad.com


Tulisan singkat tersebut bercerita tentang kegelisahannya terhadap perubahan yang dia alami. Lelaki yang lahir di Surabaya tersebut menceritakan bahwa dahulu, saat dia masih menjadi mahasiswa, ada satu warung yang menyediakan makanan favorit baginya (saya lupa makanannya, sebut saja soto). Bagi Andy muda, Soto tersebut merupakan makanan terlezat yang pernah ia rasakan. Saat menerima kiriman uang bulanan dari orang tuanya, soto itu selalu terngiang di kepalanya. Begitulah. Soto dari warung tersebut tidak pernah gagal membuat lidah Andy muda berliur lebih banyak hanya dengan membayangkannya saja.

Suatu saat, setelah sukses menjadi jurnalis kelas wahid, dan menjadi host untuk acranya sendiri, Andy merasa rindu pada masa lalu. Ia kemudian teringat pada soto favoritnya dulu saat masih berada di bangku kuliah. Saat akhirnya tiba disana, pemandangan yang familiar terpampang dihadapanya. Hampir semua masih sama; penjualnya, kondisi warungnya, dan lokasinya, kecuali satu hal, rasa. Ia merasa ada yang berbeda dengan soto favoritnya. Rasa-rasanya soto tersebut tidak selezat soto jaman kuliah dulu. Padahal hampir semuanya sama.

Iya kemudian bertanya-tanya faktor apa kiranya yang membuat makanan tersebut terasa berbeda. Apakah takaran bumbunya, resepnya, tingkat kematangan, atau ……………lidahnya sendiri? Hal tersebut nyatanya cukup mengganggu bapak dua anak tersebut. Ia mempertanyakan dirinya sendiri. Membawa pertanyaan tersebut hingga ia terlelap. “Mengapa seperti itu? Mengapa rasa makananya berubah? Mengapa dirinya berubah? Apakah semua wajar?” Dan sederet pertanyaan turunan lainnya.

Kegelisahan Andy F Noya tersebut tidak jarang saya rasakan dan alami juga. Kadang saya merasa bingung dalam bergelut soal rasa. Ada rasa yang dulu kuat kini memudar, ada rasa yang dulu biasa saja kini menguat. “Lidah” saya berubah, sehingga membuat rasa tersebut ikut berubah. Begitu mungkin kesimpulannya.

Saya terkadang merasa cemas dengan hal ini. karena seberapa jauhpun saya berkelana, sebanyak apapun saya bertemu orang baru, atau mungkin sedalam apapun saya menyelami hidup, saya ingin terus menjadi saya yang dulu. Saya dengan “lidah” yang sederhana, saya yang masih bisa mencecap rasa cukup. Saya tahu bahwa perubahan adalah sesuatu yang wajar, karena esensi dari hidup memang berubah atau bertumbuh. Namun, untuk urusan tertentu, saya benar-benar ingin tidak berubah. Saya ingin tetap menjadi saya yang sebelumnya. Bila diposisi Bung Andy F Noya dalam cerita diatas, saya ingin tetap mempunyai “lidah” yang bisa menikmati lezatnya kesederhanaan menu soto di warung langgananya dulu.

Comments

  1. Tapi tentu dong anda belum mengetahui rasa menikah. Iyadoooooonh

    ReplyDelete
    Replies
    1. gaya bangat lah ini orang yang sudah menikah ni --,

      Delete

Post a Comment

Popular Posts