Makanan
“Terdapat
77 sumber karbohidrat di Indonesia, 400 lebih jenis buah, lebih dari 273 sayuran, dan 65 jenis bumbu. Bisa dibayangkan
berapa banyak kombinasi dari bahan-bahan tersebut. Kalkulasi matematis jelas
akan menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu dapur gastronomi terbesar
di dunia.” Ucap Prof. Dr. Ir. Murdijati-Gardjito, dalam sebuah siaran youtube
yang saya sempat lihat.
Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan UGM tersebut
menjelaskan betapa besarnya potensi gastronomi di Indonesia. Gastronomi
sendiri merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan bagaimana manusia
menikmati makanan yang mereka santap. Selain itu, gastronomi dianggap sebagai
hubungan antara makanan dan budaya. Gastronomi merupakan lanjutan dari
teknologi pangan. Karenanya, sifat gastronomi sangat multidisipliner.
Gastronomi ibarat sepiring makanan yang isinya adalah campuran antara geografi,
sistem religi, sosial, sejarah, budaya dan teknologi, dengan toping berwujud
kajian dampak sosial sebuah makanan terhadap penikmatnya.
Gastronomi, bila dilihat dari uraian diatas, seharusnya
maju dan berkembang pesat di Indonesia. Saya membayangkan, dengan tingkat
biodiversity yang luar biasa, negeri kita ini sudah sewajarnya merajai jagad per-gastronomi-an dunia. Terlebih lagi, bagi masyarakat Indonesia, makanan bukan
sekadar berfungsi untuk menghilangkan rasa lapar. Makan juga sangat erat dengan
sistem sosial dan religi masyarakatnya. Makanan Indonesia adalah refleksi dari
kedalaman manusia Nusantara dalam menghayati dan menghormati alam dan
kehidupan. Selalu ada sejarah panjang dan makna tersembunyi yang menunggu untuk
digali, dari seporsi makanan yang tersaji diatas piring.
Di Jawa misalnya, “jajanan pasar” jumlahnya ada 35. Hal
ini berasal dari pembagian waktu dalam budaya Jawa yang berjumlah 5; Legi,
Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Sedangkan dalam seminggu ada tujuh hari. Perkalian
antara 5 dan 7 adalah 35. Hal ini menyimbolkan bahwa semestinya ada 35 jenis
kudapan untuk dimakan selama jangka waktu tertentu bagi orang Jawa. Ini masih di Jawa, belum melompat ke pulau lain dengan suku-sukunya. Pastinya makanan mereka sesak dengan cerita. Karena makanan adalah satu aspek yang
merefleksikan betapa kayanya negeri kita.
Namun, saat ini, untuk lingkup Asia saja, makanan kita
seolah kehilangan pamornya. Kalah dengan negeri yang tingkat biodiversitasnya
berada jauh dibawah Indonesia, makanan Korea atau Jepang misalnya. Sepertinya lidah
manusia kita, terutama kamu muda, lebih ramah dengan cita rasa makanan Jepang
dan Korea tersebut daripada kompleksitas rasa yang ditawarkan dapur-dapur asli
Indonesia.
Comments
Post a Comment